Sipasan, Permata Tasalek Kota Padang

Oleh : Abdul Harits Ritonga – Mahasiswa S2 UNAND

Arakan Sipasan dalam Cap Go Meh 2023 di Padang (Sumber: liputan6.com)

Minggu biasanya merupakan hari pelepas penat, dengan bersantai di rumah atau dengan jalan-jalan dan rekreasi. Namun, hari minggu tanggal 5 Februari 2023 lebih ramai daripada minggu-minggu sebelumnya. Banyak orang berkumpul di bawah kolong jembatan Siti Nurbaya, dan kerumunan itu memanjang hingga 200 meter ke timur. Mereka ingin melihat arak-arakan perayaan Cap Go Meh dari komunitas Tionghoa Padang.

Meskipun kita mengenal Imlek sebagai perayaan tahun baru Tionghoa selama satu hari, sesungguhnya perayaan itu berlangsung lima belas hari. Masing-masing hari—tidak setiap hari—memiliki makna dan ritual tersendiri, dan hari kelima belas menjadi penutup rangakian Imlek. Itulah Cap Go Meh. Di luar negeri, orang mengenal Cap Go Meh sebagai Festival Lampion (Lantern Festival), karena orang Tionghoa sering memasang lampion di depan rumah dan toko mereka pada hari itu.

Nuansa serba merah mewarnai perayaan Cap Go Meh. Hujan yang datang dan hilang sekejap tidak membuat gentar masyarakat. Setelah sambutan singkat dan pembukaan oleh wakil gubernur Sumatra Barat, parade Cap Go Meh dimulai. Banyak peserta yang terlibat dalam parade ini, seperti Marching Band IPDN Sumatra Barat, Reog Dharmasraya, parade kostum, hingga arak-arakan khas Tionghoa seperti Kio (tandu berisi arca yang digoncang-goncang sepanjang jalan), Barongsai dan Sipasan.

Hal yang menarik perhatian dan sering digaungkan media adalah Sipasan. Mengapa gerangan? Pertama, Sipasan adalah satu-satunya di Indonesia, tidak ada di tempat lain kecuali di Padang. Kedua, Sipasan sempat memecahkan rekor terpanjang di dunia. Sebelumnya, apa itu Sipasan? Sipasan adalah sebuah tandu panjang berhias yang memikul anak-anak berpakaian tradisional Tionghoa. Tandu itu panjang sekali, paling tidak tahun ini sepanjang 30 meter, sebagaimana namanya sipasan yakni kelabang. Namun, ujung depan tandu tersebut dihiasi dengan kepala naga, dan ujung belakang sebagai ekornya. Tahun ini tidak seperti biasa, karena ada dua Sipasan yang diarak bersamaan.

***

Sipasan saat memecahkan rekor dunia tahun 2013 (Sumber: antarafoto.com)

Mendengar kabar tentang Sipasan ini, timbullah rasa penasaran di benak saya, terutama dengan ‘klaim’ yang diumbar media. Bagaimana bisa Sipasan hanya ada di Padang dan tidak dilakukan oleh etnis Tionghoa lain di Indonesia? Bagaimana pula Sipasan memecahkan rekor dunia? Berarti ada Sipasan-sipasan lain di belahan dunia ini? Berbekal pertanyaan dan rasa penarasan itu, saya mulai menggali informasi tentang Sipasan melalui teknologi informasi yang sangat mudah diakses pada masa kini: internet.

Oleh media, Sipasan dalam bahasa Inggris disebut Centipede Array. Saya mulai perselancaran di dunia maya dengan mengecek rekor Centipede Array di website Guinness Record. Ternyata rekor dunia itu tercatat, diterjemahkan dalam bahasa Inggris: “Prosesi Sipasan terpanjang memikul 223 anak kecil dan diraih oleh Hok Tek Tong di Padang, Indonesia, pada 22 Agustus 2013 … panjangnya sekitar 216 m dan ditandu lebih dari 1.500 sukarelawan, yang bergantian tanpa henti selama 1,5 km awal, saat rekor dicatat.” Rekor sebelumnya dicatat oleh Kota Kinmen, Taiwan, dengan panjang 176 meter dan memikul 200 anak.

Minimnya sumber bahasa Indonesia—bahkan Inggris—mengenai Sipasan membuat saya harus berusaha lebih keras. Saya kira saya harus mencari Sipasan menurut istilah bahasa aslinya. Saya tidak ingat bagaimana, tahu-tahu saya mendapatkan istilahnya. Dengan terjemahan online yang terbatas, saya membaca artikel tersebut. Lalu saya berpikir, akan lebih baik kalau sumber didapat dari artikel ilmiah, maklum saya masih berada di lingkungan mahasiswa. Setelah mencari dengan kata kunci tadi, ternyata semakin banyak artikel ilmiah maupun sumber-sumber kuat yang menerangkan Sipasan di Taiwan.

Perjalanan saya terhenti sampai di situ. Sumber bacaan telah didapat, sayang sekali saya tidak punya kemampuan membaca Mandarin apalagi mengerti bahasanya. Tanpa disangka, teman saya memperkenalkan teknologi AI dalam bentuk chat. AI ini dapat meladeni kita dalam percakapan, mulai dari pembicaraan kecil hingga menceritakan sejarah. Dengan iseng saya meminta AI untuk menerjemahkan teks Mandarin yang saya dapatkan ini. Ternyata bisa! Bahkan terjemahannya sangat bagus dan mudah dimengerti, tidak seperti mesin terjemahan yang selama ini saya pakai. Setelah petualangan panjang ini, berikut saya persembahkan apa yang bisa saya terangkan tentang sejarah Sipasan.

***

Salah satu arakan Sipasan tempo dulu, di Taiwan (Sumber: tainan.gov.tw.)

Legenda Sipasan di Taiwan bercerita tentang masyarakat di sebuah desa di Hokkien yang hendak membangun klenteng. Tanpa sengaja, mereka mengganggu siluman kelabang yang sedang bertapa di bawah tanah. Kelabang tersebut murka dan membuat desa itu berada dalam kekacauan. Sang pemilik klenteng, yang merupakan tuan tanah, marah dan menaklukkan kelabang tersebut. Ternyata, kejadian itu hanya pemicu agar kelabang menyelesaikan tapanya, sehingga naik ke Surga dan dianugerahi kehormatan oleh Kaisar Giok. Setelah itu, kelabang bertugas untuk berkeliling menjaga desa tersebut dari serangan gaib, yang diejawantahkan dengan arak-arakan Sipasan.

Sipasan muncul dalam catatan sejarah Tiongkok pada masa dinasti Qing menjelang akhir abad 19 Masehi dan merupakan tradisi khas Hokkkien di bagian tenggara Tiongkok. Para perantau Hokkien menetap di sebelah barat pulau Taiwan dan membawa budaya mereka, termasuk Sipasan. Sejak tahun 1895 Taiwan diduduki oleh Jepang, tetapi orang Tionghoa Taiwan tetap dapat melaksanakan arak-arakan Sipasan dengan meriah. Sipasan untuk pertama kalinya didokumentasi dalam foto yang diterbitkan oleh koran lokal Taiwan pada tahun 1913 dengan kepala naga. Saat Perang Dunia II, orang Taiwan membawa Sipasan kondisi Perang Dunia II dan larangan melaksanakan arak-arakan menyebabkan tradisi ini sempat tertahan.

Ketika situasi Taiwan mulai damai pada dekade 1950-1960, Sipasan kembali digelar di berbagai daerah, tetapi arak-arakan itu menghilang satu per satu karena kondisi sosial-ekonomi yang tidak karuan. Selain itu tidak ada orang yang mau memikul tandu panjang itu untuk diarak belasan kilometer jauhnya. Mungkin ini juga dapat menjawab pertanyaan mengapa kita tidak lagi menemukan Sipasan di Tiongkok daratan. Beberapa daerah berhasil mempertahankan Sipasan, terutama di sebelah barat daya Taiwan.

Pada masa sekarang, arak-arakan Sipasan lebih banyak berbentuk kelabang daripada naga, sehingga dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Centipede Array Parade. Sipasan dalam bentuk lipan lebih ditujukan untuk kepentingan religius, sedangkan Sipasan dalam bentuk naga lebih dekoratif dan meriah. Kalau digunakan untuk kegiatan religius, mereka akan melakukannya sekalipun harus ada sedikit perubahan, selagi unsur intinya masih dapat dipertahankan. Maka, kebanyakan Sipasan di Taiwan menggunakan roda dan pemikul cukup mendorong Sipasan. Sipasan yang dipikul justru naik reputasinya sebagai Sipasan yang asli dan dekoratif.

Satu-satunya rantai putus yang tidak kita ketahui ke mana larinya adalah bagaimana tradisi Sipasan ini sampai ke Kota Padang, dan bagaimana ia hanya ada di Padang. Saya berdiskusi kepada Erniwati, seorang sejarawan Tionghoa Padang. Beliau sudah lama mengamati dan membandingkan dokumentasi Sipasan sejak zaman Kolonial. Setelah berdiskusi, beliau memberi ‘pencerahan’: besar kemungkinan bahwa tradisi ini dibawa saat Tiongkok Daratan sedang huru-hara perang saudara, sekitar tahun 1910 sampai 1920. Tradisi itu terpelihara dalam bentuk aslinya, berbentuk kepala naga dan ditandu, alih-alih memodifikasinya dengan roda dorong, dan memberi makna baru bagi Tionghoa Padang: kekompakan dan gotong royong. Sebuah permata asli Tionghoa yang tasalek (terselip) di Kota Padang.

Arakan Sipasan di Padang, kira-kira tahun 1920-1930 (Sumber: Tropenmuseum)

***

Dari sebuah kampung nelayan di Muaro, Padang berkembang menjadi bandar dagang strategis di pesisir barat Sumatra. Kota itu telah mengundang bangsa pedagang—seperti India dan Tionghoa—untuk menetap di sana. Di tengah dominasi orang Minang di Padang, etnis-etnis lain yang tinggal di sana dapat berkembang. Relasi Tionghoa-Minangkabau, khususnya, terjalin harmonis. Sebagai gambaran, Erniwati mencatat, tidak ada konflik etnis yang terjadi di Padang saat Indonesia mengalami masa Reformasi. Orang Tionghoa Padang lancar berbahasa Minang, seolah-olah sudah menjadi Urang Awak. Orang Minang juga tidak segan untuk berbelanja di Pasar Tanah Kongsi yang didominasi orang Tionghoa. Inilah salah satu fakta yang menjadi dasar Padang sebagai kota multikultural, dan bantahan bagi sebagian orang yang mengatakan bahwa Sumatra Barat intoleran.

Demikianlah kisah kecil dari Padang Kota Tercinta, Permata tasalek di Nusantara.

Referensi:

Amran, Rusli. 1987. Padang Riwayatmu Dulu. Jakarta: Yasaguna.

Colombijn, Freek. 2006. Paco-Paco (Kota) Padang. Sejarah sebuah Kota di Indonesia Abad ke 20 dan Penggunaa Ruang Kota. Yogyakarta: Ombak.

Dobbin, Christine. 2008. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Perang Padri: Minangkabau 1784-1847. Depok: Komunitas Bambu.

Erniwati. 2007. Asap Hio di Ranah Minang: Komunitas Tionghoa di Sumatra Barat. Jakarta: Ombak.

Erniwati. 2018. 140 Tahun Heng Beng Tong: Sejarah Perkumpulan Tionghoa 1876-2016. Depok: Komunitas Bambu.

Beberapa sumber Mandarin yang saya tidak mengerti bagaimana membuat daftar pustakanya.

Pranala Luar:

“Most people in a centipede procession,” https://www.guinnessworldrecords.com/world-records/most-people-in-a-centipede-procession

“Centipede Role-Playing Chain Parade for Joint Celebration of Centennial National Foundation,” https://www.kinmen.gov.tw/en/News_Content.aspx?n=9A3902C9F2F1C945&sms=4BCC795D7C63BD97&s=4710BBFD602129E2

 

 

22 komentar pada “Sipasan, Permata Tasalek Kota Padang

  • September 12, 2024 pada 5:17 pm
    Permalink

    I’ve been browsing online more than 3 hours nowadays, yet I never found any fascinating article like yours. It is pretty price sufficient for me. In my opinion, if all web owners and bloggers made just right content as you probably did, the net will be much more useful than ever before.

    Balas
  • Oktober 31, 2024 pada 10:42 pm
    Permalink

    I just could not depart your site prior to suggesting that I really enjoyed the standard info a person provide for your visitors? Is going to be back often in order to check up on new posts

    Balas
  • Oktober 31, 2024 pada 11:59 pm
    Permalink

    excellent points altogether, you just gained a brand new reader. What would you suggest about your post that you made a few days ago? Any positive?

    Balas
  • November 24, 2024 pada 11:43 am
    Permalink

    You completed various good points there. I did a search on the issue and found the majority of folks will agree with your blog.

    Balas
  • November 24, 2024 pada 12:29 pm
    Permalink

    This is really fascinating, You’re an overly professional blogger. I have joined your rss feed and sit up for in the hunt for extra of your fantastic post. Additionally, I’ve shared your web site in my social networks!

    Balas
  • November 26, 2024 pada 6:58 am
    Permalink

    There is noticeably a bundle to know about this. I assume you made certain nice points in features also.

    Balas
  • November 26, 2024 pada 7:55 am
    Permalink

    I always was interested in this topic and stock still am, thankyou for putting up.

    Balas
  • November 26, 2024 pada 8:44 pm
    Permalink

    I genuinely enjoy looking through on this site, it holds wonderful content. “Beware lest in your anxiety to avoid war you obtain a master.” by Demosthenes.

    Balas
  • November 27, 2024 pada 6:28 pm
    Permalink

    I just like the helpful info you provide in your articles. I’ll bookmark your blog and take a look at again right here regularly. I am moderately sure I will be informed plenty of new stuff right right here! Best of luck for the following!

    Balas
  • November 27, 2024 pada 8:28 pm
    Permalink

    I would like to thnkx for the efforts you have put in writing this blog. I am hoping the same high-grade blog post from you in the upcoming as well. In fact your creative writing abilities has inspired me to get my own blog now. Really the blogging is spreading its wings quickly. Your write up is a good example of it.

    Balas
  • November 28, 2024 pada 7:19 pm
    Permalink

    I adore examining and I think this website got some genuinely useful stuff on it! .

    Balas
  • Desember 7, 2024 pada 1:52 am
    Permalink

    Good post. I learn one thing more challenging on completely different blogs everyday. It would at all times be stimulating to read content from different writers and follow somewhat something from their store. I’d favor to make use of some with the content on my blog whether you don’t mind. Natually I’ll offer you a link on your net blog. Thanks for sharing.

    Balas
  • Desember 7, 2024 pada 3:57 am
    Permalink

    There are actually a whole lot of details like that to take into consideration. That could be a great level to bring up. I offer the ideas above as general inspiration however clearly there are questions like the one you convey up where an important thing will probably be working in sincere good faith. I don?t know if greatest practices have emerged round things like that, but I am certain that your job is clearly recognized as a fair game. Both girls and boys feel the impact of just a moment’s pleasure, for the rest of their lives.

    Balas
  • Desember 7, 2024 pada 4:46 am
    Permalink

    Hello there, I found your blog via Google while looking for a related topic, your site came up, it looks great. I have bookmarked it in my google bookmarks.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: