RBAN Hadir Demi Peradaban Yang Lebih Baik

Obrolan dengan seorang anak yang umurnya belum genap 4 tahun saat itu memberikan andil besar terbentuk nya Rumah Baca Anak Nagari (RBAN). Anak tersebut merupakan putra sulungku yang bisa membaca saat usianya masih 3,5 tahun.

Sore di kota Padang, Agha berkata, “Ayah, bunda enak juga kalau rumah kita punya banyak buku, teman-teman Agha bisa baca buku di rumah”. Kami berdua terkejut mendengar ucapan dari anak satu-satunya saat itu. Kalimat yang tidak biasa diucapkan oleh anak seusianya. Kebanyakan anak-anak yang sering datang kerumah sibuk bermain saja.

“Maksud bang Agha perpustakaan dirumah ya?”, tanyaku balik

“iya seperti itulah.” jawab Agha sambil berlalu pergi.

Ucapan spontan tersebut membuat dahi kami berkerut, pikiran kami jauh menerawang mencoba mewujudkan kata-kata tersebut menjadi kenyataan. Tetapi imajinasi kami terhenti, ketika melihat keadaan rumah kontrakan di kota Padang yang kecil dan sering banjir, sepertinya mendirikan perpustakaan hal yang mustahil disini.

Ucapan spontan tersebut juga menjadi diskusi kami menjelang tidur, berpikir sejenak dan mengajukan pertanyaan apakah bisa mendirikan perpustakaan di rumah kontrakan yang kecil dan sering banjir ini?

Ucapan spontan bang Agha tersebut terus menghantui pikiran sampai pada suatu titik yang mungkin ini menjadi solusi. Mendirikan perpustakaan umum di  kabupatan Agam- Sumatera Barat, kampung halamanku.

Dalam waktu dekat ini, kami sekeluarga akan pindah kesana. Pengajuan pindah mengajar telah disetujui oleh Dinas Pendidikan kota Padang. Suamiku telah duluan pindah kerja kekota Bukittinggi yang bersebelahan dengan Nagari Gadut, kabupaten Agam, kampung halamanku.

Kampung halamanku, Nagari Gadut menjadi lokasi kami mewujudkan impian dari anak yang usianya belum genap 4 tahun tersebut. Berbekal izin dari orangtua untuk mengubah ruang menonton dijadikan perpustakaan, sebanyak 200 buah buku koleksi pribadi yang mengisi 2 rak bekas yang dibeli dari tetangga. Ruangan yang berukuran 4×5 meter menjadi langkah awal kami memulai gerakan literasi ini. Wadah literasi ini diberi nama Rumah Baca Anak Nagari (RBAN).

Rumah Baca Anak Nagari (RBAN) hadir dari impian dan keresahan. Wewujudkan impian putra sulung kami dan keresahan terhadap degradasi moral anak-anak dilingkungan sekitar.

Perjalanan Rumah Baca Anak Nagari (RBAN) tidaklah berjalan dengan baik-baik saja awalnya,  banyak rintangan yang menghadang, mulai dari minimnya pendanaan, kurangnya perhatian pemerintahan daerah serta ketidakpercayaan masyarakat terhadap gerakan sosial ini.

Rintangan-rintangan tersebut tidak menjadi penghambat bagi kami, sebaliknya menjadi pemicu untuk terus bergerak menebarkan manfaat bagi masyarakat menumbuhkan minat baca melalui berbagai gerakan literasi.

Sebuah pribahasa “Hasil tidak akan mengkhianati usaha” telah menjadi kenyataan. Aksi literasi yang telah RBAN lakukan sejak tahun 2017 membuahkan hasil, sederet piagam penghargaan menghiasi dinding di ruangan kecil tersebut. Mulai dari tingkat kabupaten maupun tingkat nasional. Pencapain tertinggi yang telah saya raih sebagai founder RBAN yaitu penghargaan Jasa Dharma Pustaloka dari Perpustakaan Nasional kategori masyarakat dalam hal menggerakan minat baca di masyarakat pada tahun 2021.

Selain penghargaan-penghargaan tersebut, RBAN juga telah mengkoleksi hampir 10 ribu buku berbagai gendre yang dapat dipinjam secara gratis. Kegiatan-kegiatan literasi secara konsiten dilakukan oleh RBAN setiap minggunya. Wajah RBAN sekarang berubah menjadi salah satu wadah literasi yang menebar manfaat bagi masyarakat untuk peradaban yang lebih baik.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: